Maksud dan tujuan
Dari tahun 1976 sampai dengan tahun 1981, jemaat-jemaat di aliran sungai Mappi / Manggono dan Sua / Ndeiram mengadakan pertemuan-pertemuan perayaan Pesta Pentakosta.(1) Pada waktu itu, jemaat-jemaat itu belum banyak, dan jumlah anggotanya masih kecil.(2) Tetapi dengan berkumpul bersama-sama di satu tempat, keramaian dan persaudaraan sungguh-sungguh memberi semangat dan bercorak pesta. Selain kebaktian-kebaktian pada hari Minggu, ada pelbagai kegiatan lain, dan banyak waktu untuk bercakap-cakap untuk saling mendorong dan menghibur.
Dengan demikian bertumbuhlah keinsafan yang semakin besar bahwa ada ikatan yang lebih luas dari persekutuan suku Jair, Kombai, atau Citak. Mereka adalah saudara-saudari seiman, dan persaudaraan itu melampaui batas suku dan bahasa dan bangsa!
Kenyataan bahwa mereka dapat bertemu dalam damai adalah sangat ajaib bagi mereka. Berkat Injil yang dibawa zending, mereka dapat melakukan perjalanan melalui hutan suku-suku yang sebelumnya bermusuhan dengan mereka, tanpa rasa takut! Mereka mengalami hal itu sebagai tanda perlindungan TUHAN yang sangat konkrit. Waktu baru tiba!
Boma 1976
Berkumpul
Pada tahun 1976, jemaat di Boma mengundang semua orang Kristen di aliran sungai Mappi / Manggono dan Sua / Ndeiram untuk datang merayakan pesta Pentakosta di Boma. Jadi pada awal bulan Juni, sekitar 30 orang dari Citak dengan pendeta Kruidhof dan pendeta Haak berangkat dari Tiau dan Honya untuk melakukan perjalanan jauh ke Boma. Mereka pakai perahu dayung, terus berjalan kaki melintasi hutan, sampai tembus di salah satu anak kali Mappi dan dijemput kapal Bomakia.
Acara pesta dipimpin oleh penginjil O. Mahuse, yang pada saat itu belum diteguhkan menjadi pendeta. Penginjil Bertus Womsiwor dari Tiau ditunjuk menjadi sekretaris untuk membuat laporan dari pertemuan itu.
Ceramah
Pendeta Haak berceramah mengenai kemandirian gereja. Kisahnya memicu diskusi panjang mengenai cara hidup sebagai orang Kristen. Kehidupan Kristen oleh iman adalah dasar dan kekuatan untuk kemandirian gereja. Mereka bertukar pikiran tentang berbagai cara yang dipakai di masing-masing jemaat untuk membawa Alkitab sedekat mungkin kepada orang-orang di kampung. Ditekankan bahwa sangat penting untuk orang Kristen sendiri setia membaca Alkitab dan berdoa. Haruslah mereka menjadi teladan dalam hal meneruskan berita Injil kepada orang yang belum percaya.
Hari Minggu
Pada hari Minggu, gereja penuh sesak dengan orang yang mendengar berita Injil Pentakosta dari Kisah 2:1-11 (pagi hari, oleh penginjil Mahuse) dan dari Mazmur 87 (sore hari, oleh pendeta Kruidhof).
TUHAN menghitung pada waktu mencatat bangsa-bangsa: “Ini dilahirkan di sana” – di Sion – ,
dan orang menyanyi-nyanyi sambil menari beramai-ramai: “Segala mata airku ada di dalammu.”
Lelang
Banyak orang sudah membawa anak panah, ayam, telur, sayuran, sabun, lampu senter, dan lain sebagainya, untuk lelang yang diadakan pada hari Senin. Bapak penginjil Mahuse memimpin penjualan dengan suasana seorang penjual profesional. Dengan senyum ia mengangkat tiap-tiap potong barang, dan mukanya hanya menjadi gelap sejenak ketika istrinya sendiri menawarkan harga yang agak tinggi.
Perayaan diakhiri dengan acara makan bersama di dalam gereja. Sebelum bubar, penginjil Bertus Womsiwor bangkit berdiri dan mengundang semua orang untuk menghadiri perayaan Pentakosta tahun berikut di Tiau.
Tiau 1977
Semangat
Tahun itu bahkan ada orang Boma yang telah mengambil seluruh keluarga mereka ke Tiau. Orang lain yang tidak dapat hadir karena ada halangan, telah memberikan uang atau barang sebagai tanda keterikatan mereka. Ada juga banyak tamu dari Uni; ternyata jarak jauhnya dan kesulitan perjalanan diatasi dengan keinginan untuk merayakan pesta itu bersama-sama dengan saudara-saudari seiman dari tempat-tempat lain.
Ceramah
Pada hari Sabtu, pendeta Kruidhof berbicara tentang kepastian iman. Iman kita dapat bertopang pada kasih Allah. Di dalam Kristus, Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan (Efesus 1:4). Dalam segala hal yang bisa terjadi dalam kehidupan kita, kita bisa tenang, dengan percaya bahwa Allah telah menjadi Bapa kita yang setia, dan dengan berpegang teguh kepada Yesus Kristus. Dia telah memberikan darah-Nya untuk pengampunan segala dosa kita. Tetapi Tetapi jika demikian, kita juga harus setia dalam kehidupan jemaat. Karena persekutuan orang-orang kudus dan para penatua adalah alat di tangan Tuhan untuk melindungi den memelihara kita sehingga berdiri teguh dalam keyakinan iman.
Bertolak dari Efesus 4:7-16, pendeta Haak berceramah mengenai pembangunan gereja dalam terang Pentakosta. Roh Kudus yang dicurahkan pada hari Pentakosta merupakan karunia Yesus Kristus kepada jemaat-Nya, untuk memimpinnya di jalan menuju ke kedewasaan penuh. Roh Kudus membuat tiap orang Kristen sanggup melakukan tugasnya, dan telah menentukan jabatan penatua di dalam gereja untuk gembalakan jemaat Kristus atas nama Gembala Agung dalam perkembangan ini.
Gereja-Gereja Reformasi di Indonesia
Ada seorang tamu istimewa yang menghadiri pertemuan di Tiau, yaitu pendeta Geerds. Dialah seorang misionaris yang diutus oleh gereja di Belanda untuk memberitakan Injil di Kalimantan Barat. Dia bercerita tentang gereja di sana dan mengenai pekerjaannya sebagai misionaris di wilayah Sentagi – Bengkayang. Kisahnya sangat mempesona para pendengarnya.
Kedua khotbah pada hari Minggu itu mengenai Kisah Para Rasul pasal 2. Malam hari ada perkumpulan untuk melanjutkan pembahasan ceramah-ceramah yang dibawa pada hari Sabtu. Selesai itu diumumkan bahwa semua jemaat di wilayah pelayanan ZGK sudah setuju untuk mempertahankan dan memperkuat hubungan dengan gereja-gereja di Sumba. Mengenai nama untuk persekutuan gereja-gereja di NTT dan di Papua, ternyata tidak ada keberatan terhadap nama yang diusulkan: Gereja-Gereja Reformasi di Indonesia. Berkat kehadiran pendeta Geerds, gereja-gereja di Kalimantan-Barat juga masuk dalam jangkauan pandangan gereja-gereja di Papua!
Perkumpulan malam itu diakhiri dengan sebuah film yang dibuat oleh bapak Dirk Griffioen di kebun binatang di Belanda.
Hari Senin diadakan lelang; hasilnya ditentukan untuk daun atap aluminium untuk gedung gereja di Tiau. Malam itu ada acara makan bersama, dan pesta perpisahan. Pada kesempatan itu, bapak penginjil Yulius Womsiwor mengundang para peserta untuk tahun berikut datang ke jemaat pelayanannya di Uni!
Uni 1978
Perjalanan
Jadi setahun kemudian orang Kristen dari kedua wilayah itu bersiap untuk merayakan pesta Pentakosta di Uni. Sudah pada hari Kamis pagi orang Kristen dari Tiau dan daerah sekitarnya berangkat dengan empat perahu penuh.
Empat perahu besar yang penuh orang dari Tiau dan kampung-kampung sekitarnya berangkat hari Kamis pagi. Selama dua setengah jam mereka dayung mengikuti kali-kali kecil dan melintasi rawa-rawa, sampai mereka mencapai hutan orang Awyu. Dari sana mereka melanjutkan perjalanan mereka berjalan kaki selama 4 jam. Mereka tembus di kali Tare (anak kali Mappi). D sana mereka dijemput oleh Septinus Rumasew dengan sekoci. Dia bolak-balik membawa orang ke kapal Bomakia, yang menunggu di bawah, sampai semua orang sudah naik kapal. Karena sudah sore, mereka bermalam di kapal dan di dalam bivak di pinggir kali.
Besok pagi mereka masih harus tunggu kelompok orang dari Fasapsa. Sesudah mereka sampai, kapal Bomakia berangkat naik kali Manggono; untunglah air besar! Sekitar jam empat mereka tiba di Uni. Ternyata kelompok orang Kristen dari Boma baru saja tiba. Malam itu acara pesta dibuka.
Ceramah
Besok pagi pendeta Kruidhof berceramah mengenai tugas penatua. Kemudian penginjil Mahuze dari Boma bercerita mengenai praktik kerja panatua yang baru saja diteguhkan di jemaat Boma. Presentasi yang ketiga pagi itu dibawa oleh pendeta Groen mengenai caranya jemaat-jemaat dapat membentuk struktur kerjasama dalam suatu persepakatan gereja. Pembahasan ketiga pokok itu berlangsung di pertemuan malam.
Hari Minggu
Kebaktian hari Minggu dipimpin oleh pendeta Groen (pagi) dan penginjil Gus Weremba (sore). Malam itu ada perkumpulan dengan banyak nyanyian, yang dibawa antara lain oleh anak-anak SD Uni, dan oleh siswa-siswa Sekolah Alkitab Pusat di Boma.
Orang-orang lain dari Boma memperdengarkan sebagian dari kantata Paskah. Kantata itu dibuat oleh pendeta Haak dan Septinus Rumasew untuk pesta Paskah, dan terdiri dari sejumlah bagian Alkitab yang dibacakan, diselingi dengan nyanyian mazmur dan lagu-lagu rohani.
Untuk pesta di Uni, pendeta Haak telah membuat suatu lagu tentang Pentakosta, yang dinyanyikan berulang-ulang kali di setiap pertemuan pada hari-hari itu.
Hari Senin
Dalam perkumpulan pada hari Senin pagi, pendeta Haak berceramah mengenai jabatan diaken. Memang waktu itu belum ada diakan yang diangkat dalam jemaat-jemaat, tetapi itu tidak berarti bahwa tidak perlu juga. Habis itu masih ada kesempatan untuk tukar informasi mengenai keadaan di dalam masing-masing jemaat, oleh penginjil-penginjil dan penatua-penatua yang bersangkutan.
Sore ada lelang lagi. Pejabat lelang itu Septinus Rumasew. Ada ukiran kayu orang-orang Biak, ada anak-anak panah dan tombak, dan banyak jenis peralatan tradisional; lainnya; ada keranjang, dayung, terlalu banyak untuk disebutkan.
Malam itu ada perkumpulan lagi. Kuis Alkitab yang dibawa oleh pendeta Haak mencapai sukses besar. Demikian juga gambar-gambar terang yang diperlihatkannya dari pertemuan di Tiau tahun sebelumnya, dan dari peneguhan penatua yang baru-baru di Boma. Habis itu sudah jam makan!
Honya 1979
Agama suku
Tahun berikut jemaat di Honya menjadi tuan rumah untuk perayaan bersama pesta Pentakosta. Jemaat kecil itu sibuk bukan main dengan persiapan pesta itu. Tetapi semua itu berjalan dengan sangat baik. Hanya, jumlah tamu sedikit kurang dari tahun sebelumnya, karena kampung ini sangat jauh dari Boma dan Uni.
Kali ini pokok pembahasan adalah bagaimana seharusnya sikap orang Kristen terhadap bentuk-bentuk adat dan agama suku. Pendeta Kruidhof menjelaskan pokok itu secara singkat, baru sesudah itu pada peserta sendiri mulai bertukar pikiran mengenai hal itu. Apa sebenarnya arti yang lebih dalam dari pesta ulat sagu? Apa latar belakang semua jenis tabu yang terkait dengan makanan? Apa masalah pembayaran sesudah kematian? Banyak rahasia mengenai hal-hal seperti itu diceritakan oleh orang Kristen dalam diskusi yang sangat hidup. Banyak hal yang dilihat secara dangkal tidak bersalah, ternyata memiliki latar belakang sepenuhnya dalam agama suku.
Keputusan
Diskusi itu memuncak dalam sejumlah keputusan yang cukup berpengaruh untuk orang Kristen:
– Tidak diizinkan untuk ikut pesta ulat sagu yang diatur sesuai dengan ritual kafir;
– Tidak diizinkan untuk ikut menuntut pembayaran setelah kematian;
– Orang Kristen tidak boleh memberi diri diperbudak oleh semua jenis tabu yang diperhatikan orang yang tidak percaya untuk melindungi dirinya sendiri.
Seperti sudah menjadi tradisi, lelang diadakan lagi. Kali ini hasilnya diperuntukkan untuk pembangunan gereja baru di Honya.
Juga menurut tradisi, pertemuan diu\akhiri dengan makan bersama.
Tiau 1980
Perkembangan
Pertemuan perayaan Pesta Pentakosta tahun 1980 digabungkan dengan acara perpisahan keluarga pendeta Kruidhof, yang diadakan di Tiau pada tanggal 24-26 Juni.
Pertama, jemaat-jemaat masing-masing melaporkan mengenai penyebaran Injil di daerah mereka. Di wilayah Citak ternyata perkembangan penginjilan maju dengan sangat cepat, walaupun di tengah-tengah banyak kesulitan. Di kali Zürüt (kali Eilanden) telah dibuka pos penginjilan yang baru, yaitu Binamzain. Kerja di tempat itu dipimpin oleh penginjil Bertus Womsiwor dari Tiau. Juga daerah suku Ulakhin telah dimasuki.
Dari Bidnew sudah terbit ‘Katekismus Bidnew’, hasil kerjasama penginjil Dorteus Mikan di Bidnew dan pendeta Kruidhof. Isinya buku itu pada dasarnya tidak berbeda dari Katekismus Heidelberg, tetapi pertanyaan dan jawaban lebih pendek dan disesuaikan dengan keadaan setempat.
Dari daerah Kombai dilaporkan bahwa ada lagi orang yang minta baptisan di Uni, dan untuk pertama kalinya juga di Ugo. Di daerah Korowai, kampung Yaniruma baru dibuka. Di Aifo ada empar orang yang telah minta baptisan.
Pintu terbuka
Pendeta Kruidhof menarik kesimpulan bahwa ternyata semakin banyak pintu yang dibuka oleh TUHAN di wilayah ini. Pada saat yang sama, makin sulit untuk mendapatkan izin masuk dari pemerintah RI untuk misionaris baru. Tentu TUHAN ada maksud dengan semuanya itu: dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi, orang-orang Kristen didorong dan diajak TUHAN sendiri untuk selalu menilai keadaan. Artinya, selalu harus siap untuk masuk pintu di mana TUHAN buka pintu. Dengan ini orang Kristen dipanggil dan didorong untuk lebih giat lagi dalam panggilannya untuk sampaikan Injil Kristus kepada orang yang belum dengar. Gereja dipanggil untuk selalu menilai keadaan, dan bergerak di mana TUHAN suruh dan panggil. Demikian saran yang diberikan pendeta Kruidhof.
Pendeta Haak berceramah mengenai kehidupan sesudah kematian dan apa pandangan suku-suku Papua mengenai hal itu.
Perpisahan
Hari berikut, hari Kamis tanggal 26 Juni 1980, adalah acara perpisahan pendeta Kruidhof. Pagi ada pertemuan dengan sejumlah kata-kata perpisahan dari tokoh-tokoh pemerintah, masyarakat, dan gereja. Sore hari, pendeta Kruidhof membagikan bibit kelapa kepada orang Tiau. Masing-masing orang dapat dua. Maksudnya, mereka harus tanam bibit kelapa itu, dan seperti kepala tumbuh, demikian pula Injil akan tumbuh! Sesudah itu ada lelang, dan acara makan bersama di dalam gereja. Sepanjang malam ada orang yang main yosim, dan kelompok-kelompok nyanyi, sampai siang.
Pagi hari penginjil Septinus Rumaseuw memberikan salam perpisahan, dan beberapa orang lain lagi. Sesudah itu pesawat datang menjemput pendeta Kruidhof dan keluarganya.
Boma 1981
Pelbagai acara
Pada bulan Juni tahun 1981, orang-orang Kristen di daerah sungai Mappi-Manggono dan Sua-Ndeiram untuk terakhir kalinya berkumpul untuk merayakan pesta Pentakosta bersama. Tempatnya perkumpulan tahun itu di Boma.
Kali itu ada beberapa penatua jemaat Boma yang bercerita mengenai mitos orang Jair dan Awyu. Penginjil Mahuse berceramah mengenai mitos dan Alkitab, dan pendeta Haak mengarahkan perhatian para peserta pada topik keselamatan dalam mitos dan dalam Injil.
Sore itu ada olahraga. Malam hari mereka membahas kedua presentasi dari pagi itu. Ada juga nyanyian paduan suara, dan kuis Alkitab. Pada hari Senin diadakan lelang, dan diadakan heksathlon. Seperti biasa, pertemuan tahun itu juga diakhiri dengan upacara makan bersama di dalam gereja.
PENTAKOSTA – PESTA GEREJA
Kristus telah berjanji
Untuk berikan Roh-Nya
S’karang genaplah janji-Nya!
Pentakosta! Pesta G’reja!
Kita rayakan hari pentakosta:
Kristus curahkan Roh-Nya!
Kita dipanggil dari jauh
Untuk terima janji:
Suku yang banyak – saty Kaum!
Pentakosta! Pesta G’reja!
Kita rayakan hari pentakosta:
Kristus curahkan Roh-Nya!
Kita menunjuk kasih
Oleh ikatan damai,
Hidup menurut Perjanjian.
Pentakosta! Pesta G’reja!
Kita rayakan hari pentakosta:
Kristus curahkan Roh-Nya!
Kita dipersatukan:
Satu baptisan, satu Roh,
Kita saudara seiman.
Pentakosta! Pesta G’reja!
Kita rayakan hari pentakosta:
Kristus curahkan Roh-Nya!
Kristus yang duduk di Takhta Daud
B’rikan kepada G’reja
Berkat rohani yang berlimpah.
Pentakosta! Pesta G’reja!
Kita rayakan hari pentakosta:
Kristus curahkan Roh-Nya!
Kita diperlengkapi
Bagi kerja pelayanan:
Tubuh Kristus dibangun.
Pentakosta! Pesta G’reja!
Kita rayakan hari pentakosta:
Kristus curahkan Roh-Nya!
G’reja tetap dipenuhi
Dengan iman dan kasih
Tumbuh kearah Kepalanya.
Pentakosta! Pesta G’reja!
Kita rayakan hari pentakosta:
Kristus curahkan Roh-Nya!
Catatan
- 1. Boma 1976; 2. Tiau 1977; 3. Uni 1978; 4. Honya 1979; 5. Tiau 1980; 6. Boma 1981.
- Di Uni, baptisan pertama terjadi pada tanggal 15 September 1974 (14 orang dewasa), dituruti baptisan kedua pada 13 April 1976 (20 orang dewasa). Baptisan pertama di Tiau 21 Desember 1975 (13 orang dewasa). Di Boma dan di Honya, baptisan pertama sudah jauh lebih awal, yaitu Boma 2 Juni 1968 (21 orang dewasa), dan Honya 6 Juli 1969 (4 orang dewasa).
Sumber
- pdt C.J. Haak, laporan ttgl 21 Juni 1976
- -, laporan ttgl 13 Juli 1977
- -, laporan ttgl 2 Desember 1978
- pdt. J.P.D. Groen, surat no. 7 ttgl 27 April – 17 Mei 1978
- -, surat 74 ttgl 30 Juni 1980
- -, surat no. 105 ttgl 3 Juni 1981
- pdt Jac. Kruidhof, laporan ttgl 15 Juni 1979
- Surat kabar Ikatan Damai, terbitan khusus April 1981
- Majalah zending Tot aan de Einden der Aarde, terbitan September 1976 dan Oktober 1978
- Korespondensi pribadi dengan pdt. C.J. Haak, bpk. D. Griffioen, dan pdt. Jac. Kruidhof
Frans infaindan
mei 31, 2020 at 6:13pmLuar biasa
Hengki H. Womsiwor
juni 1, 2020 at 12:09amLuar biasa bapak Pdt. JPD Groen,
Semua kegiatan Pentakosta diatas, saya ikut dan masih jelas dalam ingatan…
Tuhan memberkati bapak sekeluarga…
Video Baptisan di Tiau, Desember 1975 dari Pdt. J. Kruidhof masih saya simpan…