Dari awalnya, pendeta Drost menggunakan kapal di wilayah Boven Digoel. Sudah pada tahun 1957, gereja Enschede membeli suatu kapal, dan mengirimnya dari Belanda ke Merauke. Kapal itu diberi nama “Ichtus“. Nama itu adalah akronim untuk “Yesus Kristus, Anak Allah, Juruselamat“. Dengan demikian, kapal Ichtus itu melambangkan kabar baik yang mau diberitahukan pdt Drost: βbahwa keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Yesus Kristus, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” (Kisah 4:12) Pendeta Drost dan teman-temannya belum kenal roh-roh dan dewa-dewi orang Kombai, Wanggom, Jair, dan suku-suku lain yang hidup di hutan di mana mereka ingin menyebarkan Injil itu. Tetapi mereka yakin bahwa Injil Yesus Kristus harus diberitahukan kepada segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, termasuk suku-suku di Papua. Mereka tahu diri mereka ditentukan βmenjadi terang bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah.” (Kisah 13:47). Injil Yesus Kristus adalah Firman kehidupan, yang harus diberitahukan kepada orang yang dibelenggu maut. Mereka tidak datang untuk melengkapi kepercayaan suku-suku itu, seolah-olah Injil Yesus Kristus adalah semacam suplemen yang sempurkakan agama-agama mereka. Sebaliknya, mereka datang membawa kabar keselamatan yang membinasakan kuasa Iblis dan memberi hidup kepada orang yang mati dalam kegelapan. Hanya Injil Yesus Kristus dapat “membebaskan orang yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut.β (Ibr. 2:15)
Itulah misi dan motivasinya, ketika pada tanggal 4 September 1957, untuk pertama kalinya pendeta Drost berangkat dari Tanah Merah dengan kapal Ichtus naik kali Digul untuk menjelajahi daerah itu dan mencari hubungan dengan orang yang hidup di situ. Juragang kapal Ichtus adalah bapak Yakob Deda. Dulu mereka berlabu di Kouh, yang pada saat itu terdiri dari 4 rumah saja. Sebelumnya pemerintah Belanda di Tanah Merah sudah membuat kontak dengan penduduk tempat itu. Dari Kouh pendeta Drost meneruskan perjalanannya sampai ke kampung Arup (di kemudian hari orang di sana membuka tempat yang sedikit lebih ke atas: Kawagit). Dari Arup mereka naik kali Kasuari. Ada satu bapak dari Arup yang ikut sebagai jurubahasa; namanya Tambunop. Mereka bertemu orang di situ, tetapi karena air kali mulai turun mereka tidak dapat melanjutkan perjalanan mereka, dan terpaksa kembali ke Arup, dan terus ke Kouh.
Akhir bulan berikut (bulan Oktober) pendeta Drost mengadakan perjalanan kedua ke Kouh dan ke Arup. Pada saat itu tampak bahwa Kouh sudah berkembang, ada beberapa rumah baru sedang dibangun.
Demikianlah awal pertama zending, dari mana – oleh berkat TUHAN – kemudian hari telah lahir GGRI-P.
Imelda
april 14, 2021 at 3:48amTerakhir kapal ichus tenggelam di kmpung mana
jpdgroen
april 14, 2021 at 10:49pmSaya tidak tahu apa yang terjadi dengan kapal Ichthus… Tenggelam kah, atau dijual kah…
Kapal Bomakia itu memang tenggelam di kali Mappi di Boma.
jpdgroen
mei 5, 2021 at 5:15pmSaya belum tahu apakah kapal ICHTHUS akhirnya tenggelam atau rusak atau dijual…