Pendeta M.K.Drost diutus oleh gereja Reformasi di Enschede (Belanda) pada akhir tahun 1956, untuk mencari tempat untuk membuka lapangan pekabaran Injil. Setelah masa orientasi, ia menyarankan Enschede untuk memilih daerah di sebelah utara dari Tanah Merah (Boven Digoel). Enschede menyetujui proposal itu dan menginstruksikan Pendeta Drost untuk menetap di Tanah Merah. Pada akhir bulan Maret 1957 pendeta Drost pindah dari Hollandia (kini Jayapura) ke Tanah Merah, dan sebulan kemudian istri dan anak-anaknya datang juga.
Pertama-tama mereka tinggal di rumah darurat, yang disediakan pemerintah Belanda di Tanah Merah. Pada bulan Juli 1957 mereka pindah ke rumah baru. Rumah itu diberi nama “Beth-Haëzer” (artinya: rumah bantuan). Nama itu diambil dari 1 Samuel 7:12, “Kemudian [yaitu sesudah kemenangan atas orang Filistin] Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya antara Mizpa dan Yesana; ia menamainya Eben-Haezer, katanya: “Sampai di sini TUHAN menolong kita.” Ganti kata “Eben” (‘batu’) pendeta Drost pilih kata “Beth” (bahasa Ibrani untuk ‘rumah’).
Pendeta Drost dan keluarganya tinggal di Tanah Merah sampai mereka pulang ke Belanda pada bulan Pebruari tahun 1963.