Pendeta Drost, misionaris yang pertama dari Zending Gereformeerde Kerken, tiba di Tanah Merah pada bulan April 1957. Pada waktu itu, Tanah Merah sudah ada selama puluhan tahun. Misi Katolik Roma sudah bekerja di Tanah Merah, dan di daerah Muju dan Mappi.
Kapal-kapal melewati muara kali Digul
Semua itu dimulai dengan pembukaan Merauke pada tahun 1902. Sebelum tahun itu belum ada orang dari luar yang pernah naik kali Digul. Sebenarnya, orang di luar Papua belum tahu bahwa ada kali Digul.
Kadang-kadang pernah ada kapa-kapal orang Barat berlayar di sepanjang pantai, tetapi tidak ada yang mendarat.
Demikian kapal layar Belanda yang bernama Duyfken (artinya: merpati), yang pada tahun 1606 dari utara-barat menyusuri pantai Papua, sampai ke pantai utara Australia di Cape York. Itu pertama kalinya kapal dari Eropa berlabu di Australia. Kemudian Kapal Duyfken itu kembali melalui rute yang sama.
Pada tahun 1623 Jan Carstensz, yang dengan dua kapalnya (yang bernama Aernem dan Pera) menyusuri pantai Papua sampai ke muara utara selat Mariana, baru pulang.
Dua abad kemudian, pada tahun 1826 muncul kapal lain lagi, yang bernama Dourga. Kapal ini datang dari selatan-barat menyusuri pantai pulau Kolepom, sampai mereka menemukan mulut selat Mariana. Hanya, mereka pikir itu sungai. Selama empat hari mereka menjelajahi ‘sungai’ itu dengan sekoci, tanpa ketemu orang. Tetapi siapa tahu, mungkin saja mereka diam-diam diawasi oleh penghuni wilayah itu…
Tidak lama setelah itu, pada tahun 1828, ada dua kapal, Triton dan Iris, dipimpin oleh letnan angkatan laut Modera. Mereka juga menjelajahi ‘sungai’ Mariana itu. Modera sudah mulai menduga bahwa sebenarnya bukan sungai melainkan selat. Ketika pada bulan Mei tahun 1835 kapal Postillon dan Sireen menjelajahinya lebih jauh lagi, mereka dapat menentukan dengan pasti bahwa itu adalah selat. Karena hari itu persis kena ulang tahun Putri Marianne dari Belanda, mereka menamai selat itu dengan nama Putri itu.
Kapal uap “Van Doorn”
Namun butuh waktu sampai bulan Desember tahun 1902 sebelum pintu masuk selatan ke selat itu ditemukan oleh orang Barat. Pada awal tahun itu orang Belanda menetap di Merauke. Sejak saat itu ada beberapa kapal yang memiliki pangkalan di sana. Salah satunya adalah kapal uap yang bernama Van Doorn, dengan komandannya letnan angkatan laut De Jong. Dialah yang berhasil menemukan jalan selatan ke selat Mariana. Dan pada tahun berikut dialah yang pertama dari orang Barat yang berlayar sepanjang selat Mariana.
Semua kapal itu tidak menemukan muara kali Digul. Sebabnya, laut di depan muara itu sangat berbahaya, dengan banyak tempat lumpur yang dangkal, sehingga kapal-kapal tetap jauh dari pantai. Apalagi, mulut Digul sangat lebar, sekitar 10 kilometer lebih.
Di Merauke, orang Belanda telah mendengar dari penduduk setempat bahwa ada sungai besar, yang namanya Digul. Oleh karena itu, ketika kapal Van Doorn sudah tebus di muara utara selat Mariana, dia mulai mencari di mana muara sungai besar itu. Dengan hati-hati sekali mereka berlayar mengelilingi „tanjung lumpur“, yang merupakan tepi selatan kali Digul. Kemudian mereka menyeberang ke tepi utara. Di sana mereka menjatuhkan jangkar dekat suatu bagian pantai yang berpasir, di mana ada juga batu-batu besar.Nama tempat itu Heitskei.
Eksplorasi kali Digul
Hari berikut mereka mulai naik kali Digul, dengan pelan-pelan karena bahaya batu-batu itu. Tanggalnya 3 Juli tahun 1903. Hari itu mereka sampai di pulau pertama (Senangke), dan mereka menjatuhkan jangkar di tengah pulau itu dan tepi utara kali Digul, di depan suatu kampung kecil yang bernama Habeanam. Apakah mereka menemukan orang? Rupanya tidak. Jika ada orang di rumah-rumah itu, pasti mereka sudah melarikan diri segera setelah mereka mendengar suara mesin mendekat! Pada zaman itu, penghuni wilayah sungai Digul sering menjadi target kelompok-kelompok pemburu kepala dari suku Marind. Tidak mengherankan bahwa orang asing sangat ditakuti!
Hari yang berikut mereka pakai sekoci uap, dan naik terus, lewat pulau yang berikut, sampai tanjung pertama. Di tikungan, tiba-tiba mereka lihat beberapa perahu yang ditarik ke datar. Begitu orang-orang melihat mereka datang, dengan cepat mereka mendorong perahu-perahu mereka ke dalam air, naik perahu, dan dayung secepat mungkin naik kali Digul untuk menyelamatkan diri. Satu perahu kecil tertinggal. Ketika orang Belanda pergi lihat, aduh, ada baji kecil di dalamnya, yang menangis hebat! Mereka menenangkannya sampai hening, dan meletakkan beberapa hadiah di sebelah anak itu. Mereka berharap jika orang kembali lagi nanti, mereka akan mengerti bahwa mereka datang dengan niat baik.
Sesudah itu mereka pulang ke kapal besar. Hari berikutnya kapal itu berangkat lagi, dan melanjutkan perjalanannya menyusuri pantai ke utara-barat.
Dampaknya
Itu adalah pertama kalinya orang Barat naik kali Digul. Selain dari orang yang tadi melarikan diri, mereka tidak lihat orang. Mereka tidak dapat kesempatan untuk memperkenalkan diri. Namun kunjungan singkat itu sangat berdampak dan akan mendatangkan akibat yang tak terduga. Orang yang tadi lari dengan meninggalkan baji kecil itu pasti kaget dan gementar. Tetapi mereka belum sadar bahwa dunia mereka akan terbalik. Suku-suku di hulu kali Digul belum tahu apa yang telah terjadi. Tetapi tidak lama lagi mereka juga akan dikena oleh perubahan-perubahan yang besar. Segera mereka akan mengalami momentum yang akan membawa mereka semua, seperti orang yang dibawa hanyut oleh penderasan yang hebat, masuk dunia baru yang tidak bisa mereka bayangkan.
Perubahan-perubahan akan begitu besar dan begitu cepat, sehingga setelah beberapa generasi masa lalu hampir akan dilupakan dan tidak diingat lagi. Mereka akan seperti pohon-pohon yang kehilangan akarnya. Waktu mereka hampir mau tenggelam dalam masyarakat Indonesia yang sangat beragam, mereka akan mencari kembali akarnya, untuk mengetahui dari mana mereka berasal.
Perubahan paling besar
Dengan ombak-ombak perubahan datanglah pendeta Drost. Dia, dan teman-temannya yang datang kemudian, membawa Injil. Dunia orang yang menerima Injil itu juga terbalik. Dari komunitas suku yang memprioritaskan kepentingan suku mereka sendiri, mereka masuk suatu bangsa yang sangat beragam, „yang terdiri dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa“ (Wahyu 7:9), yang merupakan „bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri“ (1 Petrus 2:9) Itu tidak berarti bahwa identitas suku atau bahasa akan dihilangkan; sebaliknya, semuanya itu akan dimasukkan ke dalam Yerusalem yang baru! „Bangsa-bangsa akan berjalan di dalam cahayanya dan raja-raja di bumi membawa kekayaan mereka kepadanya“ (Wahyu 21:24). Dengan satu syarat saja: „tidak akan masuk ke dalamnya sesuatu yang najis, atau orang yang melakukan kekejian atau dusta, tetapi hanya mereka yang namanya tertulis di dalam kitab kehidupan Anak Domba itu“ (Wahyu 21:27). Karena kita orang Kristen dipanggil keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib. Dahulu kita bukan umat Allah, tetapi sekarang kita telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan. (1 Petrus 2:10)
Perubahan yang lebih besar tidak bisa dibayangkan!
Catatan:
- Pada zaman penjajahan Belanda, Pulau Kolepom disebut Frederik Hendrik eiland.
- Putra Marianne lahir pada tanggal 9 Mei 1810 sebagai anak Raja Willem I.
- Tanjung Dejong disebut dengan nama komandan De Jong dari kapal ‘Van Doorn’.
Sumber:
- De Zuidwest Nieuw-Guinea-Expeditie 1904/5 van het Kon. Ned. Aardrijkskundig Genootschap. Leiden (Brill) 1908.
- Hellwig, R.L.A. (assistant-resident), Memorie van Overgave van het bestuur over het gewest Zuid Nieuw Guinea (28 juli 1910). Met bijlage: Korte Kroniek der belangrijkste gebeurtenissen (Loopende van 12 Februari 1902 tot 30 Juni 1906). Nationaal Archief (Den Haag), Archief Ministerie van Koloniën en Opvolgers, 2.10.39, Inv.Nr. 411.
- Klein, Dr. Ir. W.C. (red.), Nieuw Guinea. De ontwikkeling op economisch, sociaal en cultureel gebied, in Nederlands en Australisch Nieuw Guinea. Deel III. ’s-Gravenhage (Staatsdrukkerij- en uitgeverijbedrijf) 1954.
- Kroesen, J.A. (assistent-resident), Memorie van overgave van het bestuur over het Gewest Zuid Nieuw Guinea, 20 januari 1906. Afschrift “Mailrapport” van 15 Maart 1906. No. 337. 1910. Nationaal Archief (Den Haag), Archief Ministerie van Koloniën en Opvolgers, 2.10.39, Inv.Nr. 410.
- Tijdschrift van het Koninklijk Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap, tweede serie. Leiden (Brill), vol. XXI (1904), XXII (1905), XXVII (1910)
- Verslag van de Militaire Exploratie van Nederlandsch-Nieuw-Guinee 1907-1915. Weltevreden (Landsdrukkerij) 1920.
- “Dunia mereka akan terbalik”: Bnd. Gerrit R. de Graaf, “De wereld wordt omgekeerd”, Barneveld (De Vuurbaak) 2012, hal. 130-132,150-154.
Ilustrasi:
- Lukisan kapal ‘Duyfken’: diambil dari Picturesque atlas of Australia, edited by Andrew Garran; Sydney: Picturesque Atlas Publishing Co., 1886, vol. 1, pt 2 (dari wikimedia)
- Kapal layar ‘Duyfken‘: tiruan yang dibuat di Australia. Foto dari Antonio James Scrittorale (di Pinterest)
- Peta rute perjalan ‘Duyfken’ 1605-1606: olahan ‘Karte_Expedition_Willem_Jansz_1605-1606‘ di Wikimedia (https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Karte_Expedition_Willem_Jansz_1605-1606.png)
- Putra Marianne: potret yang dibuat oleh Jan Philip Koelman (1818-1893); diambil dari Wikimedia (public domain)
- Peta perjalanan kapal ‘Van Doorn’: hak cipta J.P.D. Groen
- Kapal ‘Van Doorn’ dengan sekocinya: diambil dari majalah ‘Moesson”, terbitan 15 april 1980; foto dari pamili W. Zweerts De Jong
Kekeni Kanakameri
april 7, 2020 at 5:21amUlasan dan kisah sejarah yang benar-benar bermutu serta bermanfaat bagi kami.
Terima kasih banyak.
Ewin
juli 10, 2021 at 11:47amTerimah kasih untuk cerita sejarah yang sangat berharga ini. Semoga generasi muda dpt melihat dan mengetahui sejarah di selatan Papua ini 🙏😇